Jumat, 29 Februari 2008

Suara hati seorang mahasiswa_a short story_

SUARA HATI SEORANG MAHASISWA..

Sumpek !!
Itu yang pertama kali kurasakan ketika kembali menginjakkan kaki di kota kecil ini. Kota yang telah hampir selama 4 tahun menjadi saksi perjuanganku mendapatkan gelar sarjana ekonomi. Kota yang begitu mempesonaku pada awalnya…
Sebulan lebih tiga hari,. aku meninggalkan kota ini untuk pulang ke kota asalku, sebuah kota besar yang tidak ramah. Sebenarnya aku memiliki waktu dua bulan untuk berlibur, namun ketidakramahan kota besar mengusirku untuk cepat-cepat kembali ke kota kecilku tercinta. Yang pertama kali kulihat ketika mataku menyapu jalan-jalan yang telah begitu kukenal adalah bertambah banyaknya kendaraan-kendaraan bermotor yang lalu lalang di sekitar kampusku, sebuah Universitas Negeri yang tidak kalah kecil. Lalu pandanganku jatuh pada sebuah fondasi bangunan yang berdiri tepat di sebuah lapangan di depan kampusku. Para pekerja yang berjumlah banyak tampak sibuk bekerja. Pemandangan yang tidak kulihat sebulan tiga hari yang lalu….
***
“ Itu proyek pembangunan city walk kampus kita, Ke”, Aldi, temanku menjelaskan padaku keesokan harinya ketika aku kembali lewat di depan kampus.
“Aku tahu tentang rencana pembangunan proyek itu oleh Universitas kita, tapi aku tidak tahu kalau hal itu benar-benar terwujud. Bukankah sebelumya sudah ditentang oleh mahasiswa dan warga sekitar?”, dahiku mengernyit.
“ Itulah gunanya punya kekuasaan Ke. Kau bisa menggunakannya kapanpun, dimanapun dan kepada siapapun. Meskipun proyek itu ditentang oleh sebagian besar mahasiswa, namun jika birokrat sudah berkehendak, semuanya pasti akan terlaksana”
“Ck..ck..ck..Birokrat sudah menjelma menjadi Tuhan rupanya di kampus ini”, aku menghembuskan napas dengan berat
***
“ Keke,sudah dengar tentang pembangunan X city walk yang ada di depan kampus kita?, katanya hanya membutuhkan satu tahun untuk menyelesaikannya lho..”, Dara, temanku yang paling centil berceloteh dengan riang.
“ Kau senang Ra?”
“ Ya jelas donk, Ke..Hebat kan kampus kita bisa punya pusat perbelanjaan sendiri?. Tidak semua kampus lho bisa begitu. Itu indicator kemajuan kota ini, Ke..”
“ Ya, tapi itu juga indicator degradasi moral pendidikan disini”, jawabku ketus sembari meninggalkan Dara yang terheran-heran mendengar jawabanku.
***
Ijinkan aku bernostalgia sejenak mengenang masa empat tahun yang lalu. Masa dimana aku baru saja lulus dari sebuah SMU berpredikat baik di kota asalku. Aku lulus dengan gemilang dan dalam sekejap tawaran kuliah dari beberapa Universitas terkemuka di kotaku pun berdatangan. Namun pikiranku saat itu melayang kepada sebuah kota kecil nan indah yang pernah kukunjungi ketika aku kecil. Keindahan, kedamaian, ketenangan kota itu serta kebersahajaan orang-orangnya telah mampu memikat hatiku dalam sekejap. Larangan orangtua dan teman-temanku tidak kuindahkan lagi. Hatiku mantap memilih kota itu. Kampus yang kecil beserta warganya yang sedikit membuat kami mengenal satu sama lain. Aku sangat menikmati masa-masa itu. Interaksi yang kurasakan antara mahasiswa, staf pengajar dan birokrat begitu erat. Kota ini pernah begitu ramah menyapaku…
Berawal dari sebuah sistem komersialisasi yang rupanya juga menyentuh dunia pendidikan, kampus ini berubah tidak ramah kepadaku. Setiap tahun jumlah mahasiswanya membengkak, bahkan melebihi kapasitas gedung-gedung kecil disini. Dan yang paling menyakitkan, pembangunan pusat perbelanjaan tepat di depan kampus yang notabene adalah proyek universitas ini juga. Interaksi diantara kami menjadi renggang. Sekarang yang ada hanyalah interaksi kampus ini dengan uang…
***
“ Ke, kenapa kau menjadi sedih atas pembangunan city walk itu?, kau tidak ingin kota ini menjadi maju?”, Dara yang rupanya masih penasaran akan pernyataan ketusku waktu itu kembali menemuiku
“ Bukan itu yang kusedihkan, banyak hal Ra..City walk hanya salah satu bentuk pengkhianatan kampus ini terhadap pendidikan”
“ Kau tidak ingin kampus kita menjadi lebih dikenal di Indonesia, Ke?”
“ Aku ingin kampus kita dikenal karena kualitasnya, bukan dengan hal seperti itu”, aku menggelengkan kepalaku
Dara terdiam sejenak, matanya menatap mataku dengan tatapan yang menyatakan seolah-olah aku telah mengatakan hal yang paling konyol yang pernah didengarnya.
“ Kau tidak ingin kota ini menjadi maju, Ke?. Kau tahu, aku lahir dan besar disini. Aku tumbuh dengan harapan bahwa kotaku suatu saat akan menjadi seperti kota-kota lain, menjadi sebuah kota yang maju dan berkembang”
“ Tapi bukan melalui media pendidikan, Ra”
“ Jika media pendidikan adalah sebuah cara yang paling mungkin, mengapa tidak?”, Dara bersikeras
“Jadi kau pikir semua ini tepat, Ra?”, tanyaku miris
“ Ya”
Dan aku pun berlalu lagi dengan gundah….
***
Keringat membasahi tubuhku. Teriknya sinar matahari tidak menghalangi niatku dan berpuluh kepala lainnya untuk berorasi di depan Gedung Rektorat. Teriakan-teriakan, nyanyian-nyanyian, bahkan sumpah serapah kami tidak diindahkan oleh orang-orang yang berada di dalam sana. Yang setia mendengarkan kami hanya beberapa orang satpam. Ironis, melihat hanya berpuluh kepala yang ada disini dari total ribuan mahasiswa kampus ini. Ironis, memiliki birokrat yang buta tuli.
Kusingkirkan jauh-jauh pikiran bahwa apapun yang terjadi birokrat tetap berkuasa, proyek itu akan terus berlanjut dan mahasiswa akan tetap sama, menjadi anjing yang menggonggong tanpa suara….Kutanamkan dalam pikiranku bahwa kami, mahasiswa, bisa merubahnya. Kendatipun berat rasanya melihat kenyataan yang ada dan melihat sedikitnya mahasiswa yang peduli. Apakah kami benar-benar mewakili suara hati para mahasiswa?, mewakili perjuangan para mahasiswa?
Dan aku pun berkubang dalam gundah lagi…..
***
Seminggu lagi X City Walk akan segera dibuka. Berpuluh baliho dan umbul-umbul di sepanjang jalan menuju kampus mengundang masyarakat untuk datang ke sana. Walaupun masih seminggu lagi dibuka, namun euforia menyambut dibukanya mal pertama di kota ini telah menjangkiti berbagai kalangan, termasuk teman-temanku sesama mahasiswa. Mereka telah merencanakan apa yang akan pertama kali mereka beli disana atau bagaimana mereka akan menghabiskan waktu dengan hang out disana. Aku hanya dapat mengelus dada, ternyata apa yang aku dan berpuluh temanku perjuangkan beberapa bulan yang lalu tidak berpengaruh apa-apa. Proyek city walk tetap berjalan, banyak pihak tetap merasa senang, birokrat pastilah merasa menang.. Dan kami, mahasiswa-mahasiswa yang dulu berjuang tetaplah menjadi anjing yang menggonggong tanpa suara.
***
Siapa bilang mahasiswa adalah agent of change?, itu salah besar!.. Mahasiswa lebih tepat menjadi object of change, toh mereka tidak dapat membuat perubahan apa-apa…


-Novita De Araujo-
In deeply sorry, for my fellas “mahasiswa” out there
Purwokerto, Late October 07

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mmmm...sebenarnya aku pengen setuju...pengen juga nggak...aku, km , dan ayah km pernah jadi mahasiswa...bahkan reformaasi yang gagal ini berawal dari km dan aku....(menjadi mahasiswa)...
sebenarnya dasar kita apa? perjuangan moral? perjuangan pendidikan?atau rakyat yang butuh pekerjaan...
sejujurnya...aku bukan orang yang munafik dan tahan ujian...
aku juga bukan orang yang suci yang nggak butuh hiburan di kala rasa bosan datang di sela2 habis ujian...
tapi aku sejujurnya masih tahan godaan walau dikit untuk tetap kuliah dari pada nongkrong di city walk....atau setidaknya aku pelajar yang tekun dan tidak mudah tergoda...
ketakutan hanya untuk orang yang terjajah...yang lemah...
bukan kecurigaan ...tapi kewaspadaan yang aku biasa lakukan..
city walk akan tetap berjalan....seiring dengan banyaknya perut lapar yang ada di sekitarmu...yg mungkin juga tidak pernah jadi " mahasiswa" atau setidaknya lebih banyak dari jumlah murid di kampusmu ...mereka butuh makan...
dan sebagai "mahasiswa" tetaplah jadi mahasiswa...jika tergoda, anda bukan mahasiswa atau sama sekali akan tertawa..karena pada akhirnya mungkin aku cuman sesosok mahasiswa yang egois dengan mencoba ediealis atas nama "aku".

zener_lie mengatakan...

penasaran. ini cerita dirimu di universitas apa yah? :)

Sometimes we walk..sometimes we runaway..from life..But whatever happens do, we still holdin on something..Reality bites hard, but it would never break us..