Jumat, 29 Februari 2008

Aku dan pendidikan_a short story

AKU DAN PENDIDIKAN

Mengapa orang-orang selalu menggerutu tentang hidup mereka?, selalu menyalahkan nasib mereka?, kenapa tidak mereka nikmati saja hidup yang singkat ini.. Karunia Tuhan yang begitu indah untuk disa-siakan hanya dengan mengutukinya…

Pagi ini, seperti pagi-pagi lainnya, aku terlambat lagi. Sudah hampir sejam kuliah berlangsung, namun aku tetap memberanikan diri untuk masuk. Pak dosen yang sedang menjelaskan materi di depan kelas memelototiku dengan tajam, aku hanya membalasnya dengan senyum penuh penyesalan. Kemudian pak Dosen hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sepertinya ia sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi terhadapku. Sudah puluhan kali aku mengikuti kuliahnya dan tidak sekalipun aku datang tepat waktu. Kuhempaskan tubuhku di atas kursi kayu yang cukup keras, kuambil buku-buku kumal dari dalam tasku yang tidak kalah kumal, lalu kuambil satu-satunya pulpen milikku. Aku mengambil napas panjang, membaca doa, menghapus keringat sebesar biji jagung di wajahku, lalu aku memusatkan konsentrasi, aku siap untuk menyerap apa yang diberikan pak Dosen hari ini walaupun waktu yang tersisa tidak banyak.
Sebenarnya aku tidak ingin datang terlambat setiap pagi, aku ingin datang tepat waktu seperti teman-teman lainnya. Aku ingin menyerap secara utuh materi yang diberikan oleh para dosen. Tapi apa boleh buat, aku memiliki kewajiban lain di pagi hari. Sejak jam 3 pagi aku sudah bersepeda ke pasar untuk membantu ibuku membeli sayuran di pasar yang kemudian akan dijualnya lagi berkeliling. Setelah itu, aku mengambil Koran di agen Koran yang berada di dekat pasar untuk kemudian kuantarkan ke berbagai tempat di penjuru kota ini. Apakah kau pikir aku merasa terbebani oleh semua rutinitas pagi itu?, tidak, kawan. .Tidak sedikit pun aku merasa berat untuk melakukan semuanya. Aku mencintai pekerjaanku, kawan. Aku sangat mencintainya…
Sampai detik ini,tidak pernah terbersit di benakku bahwa aku akan dapat menikmati sebuah kemewahan di dalam hidupku ini. Kupikir memiliki keluarga yang utuh dan sehat, dapat menikmati makanan tiga kali sehari sudah merupakan surga dunia. Tidak dinyana, Tuhan memberikan kemewahan yang tiada tara bagiku, bahkan membayangkannya saja aku tidak mampu. Kemewahan itu adalah pendidikan. Sebuah kata yang terlampau indah untuk dibayangkan.
Sejak hari pertama aku menginjakkan kaki di Sekolah Dasar Negeri 67 Pasar Baru hingga sekarang aku duduk di bangku semester empat Universitas Negeri, aku telah berjanji di dalam diriku sendiri bahwa apapun yang terjadi aku tidak akan melepaskan kemewahan yang telah diberikan Tuhan kepadaku. Menyia-nyiakan pemberian Tuhan itu adalah sebuah dosa besar. Dan aku tidak ingin menjadi seorang pendosa. Maka kuabdikan sepenuhnya jiwa dan pikiranku kepada ilmu pengetahuan. Kepada sebuah dunia asing yang terbentang di hadapanku. Yang menunggu eksplorasi dari otakku, rengkuhan dari setiap indraku.
Bukan berarti selama lima belas tahun perjalananku menikmati kemewahan itu, aku tidak pernah terjatuh. Berkali-kali aku terjatuh, bahkan beratus-ratus kali aku sudah tersandung. Aku tidak ingat lagi berapa kali aku tidak bisa ikut ujian karena belum melunasi SPP, atau tidak bisa berangkat ke sekolah karena sepeda, baju sekolah, dan sepatuku satu-satunya digadaikan untuk memenuhi tuntutan perut, atau harus bekerja nyaris lima belas jam di Gudang Lelang Ikan agar dapat membayar biaya sekolahku. Ah, Itu belum seberapa kawan, jika dibandingkan dengan balasan berupa kemewahan pendidikan yang akan kudapatkan. Aku tidak akan menyerah hanya karena hal-hal sepele seperti itu. Aku takut jika aku melepaskan kemewahan itu barang sekejap saja, Tuhan tidak akan mau lagi memberikannya kepadaku.
Lima kilometer yang kutempuh dengan sepedaku untuk sampai ke SD, SMP dan SMA-ku, dan sepuluh kilometer lagi yang harus kutempuh untuk dapat sampai ke kampusku, adalah perjalanan paling singkat bagiku. Setiap inci kayuhan sepeda merupakan saat-saat paling mendebarkan sekaligus membahagiakan, karena belum pernah selama hidupku aku merasa begitu ingin cepat sampai ke suatu tempat selain sekolah dan kampus. Sensasi yang kurasakan dalam perjalanan itu tidak pernah hilang bahkan tidak berkurang sedikitpun selama hampir lima belas tahun kujalani. Ya Tuhan, jika ada saat-saat yang paling tidak sabar kunantikan setiap harinya, saat-saat itu adalah saat aku duduk di bangku kayu, menyerap semua yang diberikan oleh jelmaan malaikatmu, seorang guru…Penjelasan guru adalah melodi terindah yang dapat ditangkap telingaku, yang mengantarkanku mengunjungi tempat-tempat terjauh dalam pikiranku.
Begitupun hari ini, ketika aku diam termangu menatap daftar nama-nama penerima beasiswa di kampusku. Tidak kutemukan nama Dedi Anshori, namaku, disana. Apakah aku kecewa?, manusiawi sekali jika kukatakan aku memang sedikit kecewa. Hanya sedikit, tolong digarisbawahi kalimat itu. Sebagai seorang manusia beragama, aku dididik agar tanganku tidak selalu dibawah. Jika Tuhan tidak memberikan jalan lewat beasiswa, toh aku masih memiliki sebuah tubuh muda yang bugar tanpa cacat dan akal yang sehat. Lihatlah wahai dunia, lihatlah bagaimana seorang anak manusia berusaha memuaskan dahaganya atas sebuah kenikmatan dunia, ilmu pengetahuan.
Jika kau anggap kemiskinan adalah hal yang paling menjijikkan di dunia, maka sebaliknya bagiku. Tidak ada yang salah dengan kemiskinan, tidak ada yang salah dengan menjadi miskin. Yang salah adalah jika kemiskinan kau anggap sebagai batasan dalam meraih mimpimu. Boleh saja aku memiliki keterbatasan materi, memiliki keterbatasan akal, namun jangan sampai aku memiliki keterbatasan semangat. Kau akan mati tanpa semangat, tanpa mimpi, percayalah padaku.
Kubangun mimpiku melalui lembar demi lembar uang ribuan di bawah tumpukan baju di lemariku. Kubangun mimpiku melalui buku-buku pinjaman yang kubaca di bawah remang lampu minyakku. Kubangun mimpiku melalui berjam-jam kayuhan sepedaku. Kubangun mimpiku melalui tetesan peluh di setiap pagiku.
Maka, tidaklah komentar pesimis orang-orang tentang akan hancurnya sistem pendidikan di negeri ini dapat mematikan semangat membaraku. Jangan pernah dengarkan komentar-komentar menyedihkan seperti itu, kawan. Apa yang akan kau dapatkan dari mengutuki dan menyalahkan?. Aku terlampau lelah dengan sinisme membabi buta. Aku percaya bahwa kemurnian pendidikan akan membawa ilmu pengetahuan kembali pada kodratnya.

Novita De Araujo
Late at nite on November,07
For those who believe with ur dream..

Tidak ada komentar:

Sometimes we walk..sometimes we runaway..from life..But whatever happens do, we still holdin on something..Reality bites hard, but it would never break us..