Jumat, 29 Februari 2008

KKN PBA, Pemerintah serius nggak sih?

PBA, Pemerintah serius nggak sih?

Hingga saat ini, proyek Pengentasan Buta Aksara (PBA) masih menjadi tanda tanya bagi banyak pihak. Mulai dari proyek seperti apa PBA, dana yang dipergunakan, plotting tempat KKN hingga mengapa pelaksanaan teknisnya dilakukan oleh mahasiswa. Pihak yang paling berkompeten untuk menjawabnya dalam hal ini adalah pihak pemerintah. Pihak pemerintah, terutama di wilayah Banyumas, yang dapat dikatakan bersentuhan langsung dengan PBA adalah Badan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pendidikan, dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
Menjawab berbagai pertanyaan tentang PBA, pihak Bappeda mencoba menjelaskannya. Sebenarnya program PBA sendiri adalah program nasional. Lalu, mengapa Jawa Tengah menjadi provinsi yang paling gencar dalam usaha memberantas buta aksara?, tidak lain karena angka buta aksara yang ada di Jawa Tengah termasuk yang tertinggi di Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Jawa Tengah berusaha keras untuk memberantas buta aksara sehingga Jawa Tengah bebas buta aksara tahun 2008. Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Daerah, termasuk melibatkan berbagai pihak seperti PLS, LSM, PKK hingga mahasiswa. “Semua pihak turun tangan untuk program PBA ini, karena buta aksara bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah namun juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat”, jelas salah satu petinggi Bappeda.
Dalam pelaksanaan teknisnya, masih menurut Bappeda, mahasiswa akan bekerjasama dengan PLS di lapangan. Media yang digunakan mahasiswa untuk berperan serta dalam PBA adalah melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Dalam setahun, KKN hanya berlangsung dua kali, oleh karena itu untuk mengisi masa-masa kosong KKN, PLS yang akan menggantikan mahasiswa dalam menangani warga belajar. Masa-masa kosong KKN perlu diisi PLS karena PBA sendiri adalah program yang berkelanjutan. Program PBA terdiri dari Sukma I-III. Jika hanya mengandalkan mahasiswa yang KKN, program ini tidak akan efektif karena rentang waktu yang cukup panjang antara satu KKN dengan KKN berikutnya sehingga dikhawatirkan warga belajar tidak lagi mengingat program sebelumnya. Ini pelaksanaan teknis idealnya versi Bappeda, namun bagaimana kenyataan di lapangan?, ketika Tim Senthir mengunjungi beberapa desa yang merupakan tempat berlangsungnya KKN PBA diluar masa KKN, tidak terlihat aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh pihak PLS. Begitupun dengan pihak LSM dan PKK yang menurut Bappeda telah dirangkul untuk membantu menyukseskan program ini. Lalu, bagaimana dengan nasib para warga belajar di periode itu?, warga belajar ternyata hanya dapat menunggu proses belajar mengajar berlanjut pada sesi KKN enam bulan yang akan datang. Sehingga kesan yang kemudian muncul adalah proyek PBA merupakan proyek khusus mahasiswa. Jadi, Kemanakah pihak-pihak yang disebutkan akan turun tangan dalam membantu program PBA?
Untuk plotting daerah-daerah KKN sendiri, Bappeda bekerjasama dengan Dinas Pendidikan untuk mendapatkan data-data tentang daerah-daerah dengan tingkat buta aksara yang cukup tinggi di wilayah Jawa Tengah. Namun ketika dikonfirmasi lebih lanjut, pihak Dinas Pendidikan enggan merinci klasifikasi daerah-daerah yang dikatakan memiliki tingkat buta aksara yang cukup tinggi. “Yang jelas mahasiswa Unsoed hanya kebagian untuk menangani PBA di wilayah Jawa Tengah saja, tidak seperti mahasiswa UGM yang menangani wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur”, ujar salah satu pegawai Dinas Pendidikan secara singkat. Masih lanjut pihak Dinas Pendidikan, yang memiliki banyak informasi tentang daerah-daerah dengan tingkat buta aksara yang cukup tinggi adalah pihak Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) karena pihak LPM-lah yang menjadi perantara antara pemerintah dengan pelaksana teknis PBA, dalam hal ini mahasiswa.
Metode pengajaran yang digunakan pada pelaksanaan PBA adalah metode langsung praktek. Ketika warga belajar tentang suatu kata, maka akan langsung diberikan contohnya. Misalnya warga belajar membaca “gergaji”, maka gergaji akan diberikan sebagai contoh sehingga akan mempermudah warga belajar untuk menyerap ilmu yang diberikan. Program PBA sendiri meliputi Calistung (Baca, Tulis, Hitung), dengan tingkatan program Sukma I-III. Tiap tingkatan membutuhkan waktu ajar hingga 6 bulan, itu jika PBA dilaksanakan oleh PKK atau LSM. Jika yang melaksanakan program PBA adalah mahasiswa, waktu ajar yang dibutuhkan justru lebih kilat lagi yaitu hanya satu setengah bulan sesuai dengan standar waktu KKN.
Bagaimana tingkat keberhasilan PBA sendiri dilihat dari perspektif pemerintah?. Menurut Bappeda program PBA dapat dikatakan berhasil. Parameter yang digunakan Bappeda adalah ketika ada kunjungan Bupati Banyumas ke daerah-daerah yang melakukan PBA, warga belajar dites oleh bupati, ternyata bebarapa orang yang dites oleh bupati telah dapat menulis dan membaca. Apakah hanya itu parameter yang digunakan untuk mengukur efektivitas KKN PBA menurut pemerintah?, ternyata memang hanya parameter itu yang diketahui Bappeda, disamping tentunya dari banyaknya jumlah sertifikat bebas buta aksara yang dikeluarkan. Secara kuantitas sertifikat, kriteria “berhasil” menurut Bappeda memang terpenuhi.
Untuk ukuran proyek berskala nasional, masih banyak yang harus dibenahi dengan konsep PBA mengenai siapa saja pihak yang akan terjun langsung menangani PBA, metode pengajaran yang dilakukan, hingga plotting daerah dengan tingkat buta aksara yang tinggi. Sungguh sangat disayangkan, untuk proyek sebesar PBA, konsep yang ada masih setengah matang. Hal ini dapat dilihat dari belum jelasnya pihak yang terjun langsung menangani PBA, hanya mahasiswa atau ada peran serta pihak lain?, metode instan yang digunakan dalam proses pembelajaran maupun parameter keberhasilan PBA versi pemerintah yang hanya sebatas banyaknya jumlah sertifikat bebas buta aksara yang dikeluarkan. Jika pemerintah benar-benar serius menggarap proyek ini, tidak mustahil tahun 2008 Jawa Tengah akan bebas buta aksara. Namun, dilihat dari berbagai kendala yang ada di atas, sebenarnya seberapa besar kadar keseriusan pemerintah dalam menggarap proyek ini?. (novi)

Tidak ada komentar:

Sometimes we walk..sometimes we runaway..from life..But whatever happens do, we still holdin on something..Reality bites hard, but it would never break us..